A. Pengertian
Diabetes mellitus adalah keadaan dimana tubuh tidak menghasilkan atau
memakai insulin sebagaimana mestinya. Insulin adalah hormon yang membawa
glukosa darah ke dlaam sel-sel dan menyimpannya sebagai glikogen (Tambayong,
Jan, 2000 : 157).
Pendapat darp Smeltzer, S.C dan Bare (2001 : 1220) Diabetes Mellitus
adalah gangguan metabolisme dengan karakteristik intoleransi glukoda atau
penyakit yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara persediaan insulin
dengan kebutuhan- klasifikasi diabetes yang utama adalah :
- Diabetes Mellitus tipe I : DM tergantung insulin.
- Diabetes Mellitus tipe II : DM tidak tergantung insulin.
- Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya.
- Diabetes Mellitus gestasional.
B. Etiologi
Menurut
Smeltzer, S.C dan Bare (2001 : 1224) penyebab diabetes mellitus dikelompokkan
menjadi 2 :
1. DM tipe I
disebabkan oleh
a. Faktor
genetik
Penderita
DM tidak mewarisi DM tipe itu sendiri tapi mewarisi suatu kecenderungan genetik
ke arah terjadinya diabetes ini ditemukan pada penderita HLA (Human Leucocyto
Antigen).
b. Faktor lingkungan
Karena destruksi sel
beta, contoh : hasil penyelidikan yang mengatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses auto imun yang menimbulkan destruksi sel beta.
2. DM tipe II
Disebabkan oleh usia (retensi
insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun) obesitas, riwayat
keluarga, kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan hisponik serta penduduk
asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya
DM)
Terjadinya DM tipe II dibandingkan dengan
golongan non Amerika.
C. Manifestasi Klinik
Pendapat Smeltzer, S.C dan Bare (2000 : 1220)
manifestasi klinik dari Diabetes Mellitus antara lain :
1.
Glukosuria : adanya kadar glukosa dalam urin.
2. Poliuri : sering kencing dan diuresis osmotik.
3. Polidipsi : banyak minum akibat dari pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebih.
4.
Polifagi : banyak makan akibat menurunnya simpanan
kalori.
- Penurunan berat badan secara drastis karena defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak.
Berdasarkan
Tjokroprawiro (1998 : 1) menyebutkan tanda dan gejala diabetes mellitus antara
lain :
- Trias DM antara lain banyak minum, banyak kencing dan banyak makan.
- Kadar glukosa darah pada > 120 mg/dl.
- Kadar glukosa 2 jam sesudah makan > 200 mg/dl.
- Glukosuria (adanya glukosa dalam urin)
- Mudah lelalh, kesemutan, kulit terasa panas.
- Rasa tebal di kulit, kram, mudah mengantuk.
- Mata kabur, gigi mudah goyah, dan mudah lepas.
- Kemampuan sexual menurun, impoten.
D. Anatomi
Fisiologi
Pankreas
panjangnya kira-kira lima
belas sentimeter, mulai dari duodenum sampai limpa, dan terdiri atas 3 bagian :
kepala pankreas, badan pankreas, ekor pankreas. Jaringan pankreas
terdiri atas labula dari pada sel sekretori yang tersusun mengitari
saluran-saluran halus. Saluran-saluran ini mulai dari persambungan
saluran-saluran kecil dari labula yang terletak di dalam ekor pankreas dan
berjalan menlalui labula yang terletak di dalam ekor pankreas dan berjalan
melalui badannya dari kiri ke kanan. Saluran-saluran kecil itu menerima saluran
dari labula lain dan kemudian bersatu untuk membentuk saluran utama yaitu
ductus wirsungi.
Kepulauan langerhans pada pankreas membentuk organ endokrin yang
menyekresi insulin, yaitu sebuah hormon antidiabetika, yang diberikan dalam
pengobatan diabetes. Insulin adalah sebuah protein yang dapat turut dicernakan
oleh enzim-enzim pencerna protein. Insulin mengendalikan kadar glukosa dan bila
digunakan sebagai pengobaan dalam hal kekurangan, seperti pada diabetes, ia
memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengabsorbsi dan menggunakan glukoda dan
lemak (Pearce, E., 1995 : 207 dan 237).
Insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas, kelenjar pankreas
terletak di lekukan usus dua belas jari, sangat penting untuk menjaga
keseimbangan kadar glukosa darah yaitu waktu puasa antara 60-120 mg/dl dan
dalam dua jam sesudah makan di bawah 140 mg/dl. Bila terjadi gangguan pada
kerja insulin, baik secara kuantitas maupun kualitas keseimbangan tersebut akan
terganggu dan kadar glukoda cenderung naik (Tjokroprawiro, 1998 : 1).
E. Patofisiologi
Defisiensi
insulin terjadi sebagai akibat dari kerusakan sel beta langerhans, defisiensi
insulin tersebut akan menyebabkan peningkatan pembentukan glikogen sehingga
glikogen akan mengalami suatu penurunan yang mengakibatkan hiperglikemi,
peningkaan kadar glukosa hepar dan peningkatan lipolisis.
Hiperglikemi
akan mengakibatkan seseorang mengalami glukosuria, yang menyebabkan osmotik
diuresis.
Osmotik diuresis akan menimbulkan sesuatu keadaan di mana ginjal tidak
dapat meningkatkan glukosa yang difiltrasi. Ginjal tidak mengikat glukosa yang
difiltrasi akan mengakibatkan cairan diikat oleh glukosa, sehingga cairan dalam
tubuh akan berlebihan yang akan dimanifestasikan dengan banyak mengeluarkan
urin (poliuri).
Poliuri akan menyebabkan banyak kehilangan elektrolit dan dalam tubuh dan
akibatnya akan menimbulkan masalah kurang volume cairan, dehidrasi akan membuat
seseorang banyak minum (polidipsi).
Apabila tubuh kehilangan kalori, akan menyebabkan seseorang dalam keadaan
lemah, sehingga akan muncul permasalahan intoleransi aktifitas sedangkan keadaan
polifagia akan mengakibatkan munculnya masalah perubahan nutrisi lebih dari
kebutuhan (Price, S.A. dan Wilson, L.M., 1995 : 112).
F. Komplikasi
Menurut Price,
S.A dan Wilson, L.M (1995 : 1117) komplikasi diabetes mellitus dapat dibagi
menjadi 2 kategori yaitu :
1. Komplikasi metabolik akut
a. Komplikasi metabolik yang serius adalah
ketoasidosis diabetes yang akan mengakibatkan kerosis terjadi pada jangka
pendek.
b.
Peningkatan beban ion hidrogen dan asidosis
metabolik.
c. Hipolikemi
2. Komplikasi metabolik kronik
a.
Makro angiopati yang mengenai pembuluh darah besar
seperti pada jantung pada otak.
b.
Mikro angiopati yang mengenai pembuluh darah kecil
seperti retinopati diabetik, nefropati diabetik.
c.
Neuropati diabetik rentang infeksi seperti TBC,
infeksi saluran kemih, ulkus pada kaki.
G. Pemeriksaan
Diagnostik
Pemeriksaan
diagnostik pada DM menurut Donges dkk (2001 : 728) antara lain :
- Glukosa darah : meningkat 100-200 mg/dl atau lebih.
- Aseton plasma (keton) : positif secara metabolik.
- Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
- Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mosm/lt
- Elektrolit
a. Natrium :
mungkin normal, meningkat atau menurun.
b.
Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan
seluler selanjutnya akan menurut).
- Haemoglobin glikosilat : kadarnya melipat 2-4 dari dari normal.
- Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
- Trombosit darah, hematokrit mungkin meningkat atau (dehidrasi / leukositosis, hema konsentrasi, merupakan respon terhadap stres atau infeksi).
- Ureum atau kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi atau penurunan fungsi ginjal).
- Amilase darah : mungkin meningkat yang mengidentifikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA (Diabetik Keto Asidosis).
- Insulin darah mungkin menurun bahkan sampai tidak ada (tipe I) atau normal sampai tinggi (tipe II) yang mengidentifikasikan infusiensi insulin atau gangguan dalam penggunaannya (endogen atau eksogen).
- Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
- Urin : gula dan aseton positif berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
- Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
H. Penatalaksanaan
Menurut
Smeltzer, S.C dan Bare (2001 : 1226) ada 5 komponen dalam penatalaksanaan DM
yaitu :
- Diit
- Latihan jasmani
- Pemantauan
- Terapi (jika diperlukan)
- Pendidikan
Berdasarkan Engram, B (1998 : 535) penatalaksanaan DM yaitu :
1. Untuk DM tipe I
Insulin (karena tidak ada insulin endogen yang
dihasilkan).
2. Untuk DM tipe II
Modifikasi diit, latihan dan agen hipoglikemia.
Menurut
Long B.C (1996 : 81) pencegahan DM yaitu :
1. Pencegahan
primer
a. Menghindari
obesitas (jika perlu)
b. Pengurangan
BB dengan supervisi medik merupakan fokus utama dalam pencegahan DM tidak
tergantung insulin.
2. Pencegahan sekunder yaitu dengan deteksi DM.
I. Fokus
Pengkajian
Fokus pengkajian
pada penyakit DM menurut Doenges, dkk (2000 : 726)
- Aktifitas dan istirahat
- Sirkulasi
- Integritas ego
- Eliminasi
- Makanan atau cairan
- Neurosensori
- Nyeri atau kenyamanan
- Pernafasan
- Keamanan
- Sexualitas
- Penyuluhan
J. Diagnosa
Fokus Intervensi Keperawatan
Menurut Doenges,
dkk (2000 : 729) diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan pada penyakit
DM adalah :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
diuresis osmotik, kehilangan gastrik berlebihan : diare, muntah, masukan
dibatasi, mual, kacau mental.
Kriteria hasil : Pasien dapat mendemonstrasikan hidrasi
adekuat.
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
b. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor
kulit dan membran mukosa.
c. Pantau masukan dan pengeluaran catat berat
jenis urin.
d.
Ukur berat badan tiap hari.
e.
Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit
2500 ml/hari.
2. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,
penurunan masukan oral, status hiper metabolisme.
Kriteria hasil : a. Pasien akan mencerna jumlah kalori yang
tepat.
b. Pasien
menunjukkan tingkat energi biasanya.
c. Pasien
akan mendemonstrasikan BB stabil.
Intervensi :
a.
Timbang BB setiap hari sesuai dengan indikasi.
b.
Tentukan program diet akan pola makan pasien.
c.
Berikan makanan cair yang mengandung zak makanan dan
elektrolit.
d.
Identifikasi maknan yang disukai termasuk kebutuhan
etnik / kultur
e. Observasi tanda-tanda hiperglikemi.
f.
Lakukan pemeriksaan gula darah yang menggunakan
“fingerstick”
g.
Berikan pengobatan insulin secara teratur dengan
metode insulin intermitten.
3. Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit, perubahan pada sirkulask, infeksi pernafasan yang ada sebelumnya,
atau infeksi saluran kemih.
Kriteria hasil : a. Pasien akan mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
b. Pasien
akan mendemonstrasikan tehnik, perubahan gaya hidup untuk mencegah infeksi.
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda infeksi.
b. Tingkatkan upaya pencegahan infeksi.
c. Pertahankan tehnik aseptik pada prosedur
invansif
d.
Pasang kateter atau lakukan perawatan genetalias.
e. Auskultasi bunyi nafas.
f.
Bantu pasien untuk melakukan oral hygiene.
g. Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas
sesuai dengan indikasi.
h. Berikan antibiotik yang sesuai.
4. Kelelahan berhubungan dengan penurunan
produksi energi metabolik, perubahan kimia darah : insufisiensi insulin,
peningkatan kebutuhan energi, status hipermetabolis atau infensi.
Kriteria hasil : a. Pasien mengungkapkan peningkatan tingkat
energi.
b. Pasien
menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan
aktivitaas.
b.
Berikan aktivitas alternatif periode istirahat.
c.
Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah
sebelumnya dan sesudah aktivitas.
d. Diskusikan cara menghemat kalori.
e.
Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan
aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Moorhouse,
M.F., Geissler, A.C., 2000, Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien (terjemahan), Alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made Sumarwati,
Edisi 3, EGC, Jakarta.
Engram, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah,
EGC, Jakarta.
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 1994, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Edisi 4, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC, Jakarta.
Smeltzer, S.C.
Bare, B.G., 2001, Keperawatan Medikal
Bedah, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Tambayong, 2000, Patofisiologi untuk Keperawatan, EGC,
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar